Kamis, 12 Juli 2012


Risalah Shiyam
Pengertian Puasa
Secara bahasa (etimologi) berarti : menahan.
Menurut istilahsyara’ (terminologi) berarti menahan diri dari perkara yang membatalkan puasa mulai terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat tertentu.
Dasar wajib puasa:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa, (Al-Baqoroh 183)
Puasamulaidiwajibkan diwajibkan pada bulan Sya’ban tahun kedua hijriyyah.
Hikmah puasa : menahan hawa nafsu, mengurangi syahwat, memberikan pelajaran bagi si kaya untuk merasakan lapar sehingga menumbuhkan rasa kasih sayang kepada fakir miskin, dan menjaga dari maksiat.

Syarat sah puasa:
1.     Islam, Berarti tidak sah puasa orang kafir
2.     Berakal, tidaksahpuasanyaorang gila walaupun sebentar
3.     Bersih dari haid dan nifas, tidaksahpuasanyaperempuan haid atau nifas
4.     Mengetahui waktu diperbolehkan untuk berpuasa, tidak sah puasa di waktu yang diharamkan berpuasa, seperti hari raya atau hari tasyriq.
Adapun perempuan yang terputus haid atau nifasnya sebelum fajar maka puasanya tetap sah dengan syarat telah niat, sekalipun belum mandi sampai pagi.

Syarat wajib puasa:
1.     Islam
Puasa tidak wajib bagi orang kafir dalam hukum dunia, namun di akhirat mereka tetap dituntut dan diadzab karena meninggalkan puasa selain diadzab karena kekafirannya.
Sedangkan orang murtad tetap wajib puasa dan mengqodho’ kewajiban-kewajiban yang ditinggalkannya selama murtad.
2.     Mukallaf (baligh dan berakal).
Anak yang belum baligh atau orang gila tidak wajib puasa, namun orang tua wajib menyuruh anaknya berpuasa pada usia 7 tahun jika telah mampu dan wajib memukulnya jika meninggalkan puasa pada usia 10 tahun.
3.     Mampu mengerjakan puasa (bukan orang lansia atau orang  sakit).
Lansia yang tidak mampu berpuasa atau orang sakit yang tidak ada harapan untuk sembuh menurut medis wajib mengganti puasanya dengan membayar fidyah yaitu satu mud (7,5 ons) makanan pokok untuk setiap harinya.
4.     Mukim (bukan musafir sejauh ± 82 km dan keluar dari batas daerahnya sebelum fajar).
Rukun-rukun puasa:
1.     Niat,
Niat untuk puasa wajib, mulai terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar di setiap harinya.
Sedangkan niat untuk puasa sunnah, waktuniatnyasampai tergelincirnya matahari (waktu duhur) dengan syarat:
a)   diniatkan sebelum masuk waktu dhuhur
b)   tidak mengerjakan hal-hal yang membatalkan puasa seperti makan, minum dan lain-lain sebelum niat.
Niat puasa Ramadhan yang sempurna:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ اَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَان هذِهِ السَّنَة ِللهِ تَعَالَى
Saya niat mengerjakan kewajiban puasa bulan Ramadhan esok hari pada tahun ini karena Allah SWT.
2.     Menghindari perkara yang membatalkan puasa. Kecuali jika lupa atau dipaksa atau karena kebodohan yang ditolerir oleh syari’at (jahil ma’dzur).

Jahil ma’dzur (kebodohan) yang ditolerir syariat ada dua:
c)     a. hidup jauh dari ulama’.
d)    b. baru masuk islam.

Hal-hal yang membatalkan puasa :
1.     Masuknya sesuatu ke dalam rongga terbuka yang tembus ke bagian dalam tubuh seperti mulut, hidung, telinga dan lain-lain jika ada unsur kesengajaan, mengetahui keharamannya dan atas kehendak sendiri. Namun jika dalam keadaan lupa, tidak mengetahui keharamannya karena bodoh yang ditolerir atau dipaksa, maka puasanya tetap sah.
2.     Murtad, sekalipun masuk islam seketika.
3.     Haid, nifas dan melahirkan sekalipun sebentar.
4.     Gila meskipun sebentar.
5.     Pingsan dan mabuk sehari penuh. Jika masih ada kesadaran sekalipun sebentar, tetap sah.
6.     Bersetubuh dengan sengaja dan mengetahui keharamannya.
7.     Mengeluarkan mani dengan sengaja, seperti dengan tangan atau dengan menyentuh istrinya tanpa penghalang.
8.     Muntah dengan sengaja.

Masalah masalah yang berkaitan dengan puasa:
1.     Apabila seseorang berhubungan dengan istrinya pada siang hariRamadhan dengan sengaja, tanpa terpaksa dan mengetahui keharamannya maka puasanya batal, berdosa, wajib menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sampai maghrib dan wajib mengqodhoi puasa serta wajib membayar kaffaroh [denda] yaitu:
-   membebaskan budak perempuan yang islam
-   jika tidak mampu, wajib berpuasa dua bulan berturut turut,
-   jika tidak mampu maka wajib memberi makanan pada 60 orang miskin masing-masing berupa 1 mud (7,5 ons) dari makanan pokok. Denda ini wajib dikeluarkan hanya bagi laki laki.
2.     Hukum menelan dahak :
-   Jika telah mencapai batas luar tenggorokan, maka haram menelan dan membatalkan puasa.
-   Jika masih di batas dalam tenggorokan, maka boleh dan tidak membatalkan puasa.
-   Yang dimaksud batas luar menurut pendapat Imam Nawawi (mu’tamad) adalah makhroj huruf kha’ (ح), dan dibawahnya adalah batas dalam. Sedangkan menurut sebagian ulama’ batas luar adalah makhroj huruf kho’(خ), dan di bawahnya adalah batas dalam.
3.     Menelan ludah tidak membatalkan puasa dengan syarat:
-   Murni (tidak tercampur benda lain)
-   Suci
-   Berasal dari sumbernya yaitu lidah dan mulut, sedangkan menelan ludah yang berada pada bibir luar membatalkan puasa karena sudah di luar mulut.
4.     Hukum masuknya air mandi ke dalam rongga dengan tanpa sengaja:
-   Jika sebab mandi sunnah seperti mandi untuk sholat jum’at atau mandi wajib seperti mandi janabat maka tidak membatalkan puasa kecuali jika sengaja atau menyelam.
-   Jika bukan mandi sunnah atau wajib seperti mandi untuk membersihkan badan maka puasanya batal baik disengaja atau tidak.
5.     Hukum air kumur yang tertelan tanpa sengaja:
-  Jika berkumur untuk kesunnahan seperti dalam wudhu’ tidak membatalkan puasa asalkan tidak terlalu ke dalam (mubalaghoh)
-  Jika berkumur biasa, bukan untuk  kesunnahan maka puasanya batal secara mutlak, baik terlalu ke dalam (mubalaghoh) atau tidak.
6.     Orang yang muntah atau mulutnya berdarah wajib berkumur dengan mubalaghoh (membersihkan hingga ke pangkal tenggorokan) agar semua bagian mulutnya suci.
Apabila ia menelan ludah tanpa mensucikan mulutnya terlebih dahulu maka puasanya batal sekalipun ludahnya nampak bersih.
7.     Orang yang sengaja membatalkan puasanya atau tidak berniat di malam hari, wajib menahan diri di siang hari Ramadhan dari perkara yang membatalkan puasa (seperti orang puasa) sampai maghrib dan setelah Ramadhan wajib mengqodhoi puasanya.
8.     Berbagai konsekuensi bagi orang yang tidak berpuasa atau membatalkan puasa Ramadhan:
1.  Wajib qodho’ dan membayar denda :
ü   Jika membatalkan puasa demi orang lain. Seperti perempuan mengandung dan menyusui yang tidak puasa karena kuatir pada kesehatan anaknya saja.
ü   Mengakhirkan qodho’ hingga datang Ramadhan lagi tanpa ada udzur.
2.  Wajib qodho’ tanpa denda.
Berlaku bagi orang yang tidak berniat puasa di malam hari, orang yang membatalkan puasanya dengan selain jima’ (bersetubuh) dan perempuan hamil atau menyusui yang tidak puasa karena kuatir pada kesehatan dirinya saja atau kesehatan dirinya dan anaknya.
3.    Wajib denda tanpa qodho’.
Berlaku bagi orang lanjut usia dan orang sakit yang tidak punya harapan sembuh, jika keduanya tidak mampu berpuasa.
4.  Tidak wajib qodho’ dan tidak wajib denda.
Berlaku bagi orang yang gila tanpa disengaja.
Yang dimaksud denda di sini adalah 1 mud (7,5 ons) makanan pokok daerah setempat untuk setiap harinya.
Hal-hal yang disunnahkan dalam puasa Ramadhan:
1.     Menyegerakan berbuka puasa.
2.     Sahur, sekalipun dengan seteguk air.
3.     Mengakhirkan sahur, dimulai dari tengah malam.
4.     Berbuka dengan kurma. Disunnahkan dengan bilangan ganjil. Bila tak ada kurma, maka air zam-zam. Bila tak ada, cukup dengan air putih. Bila tak ada, dengan apa saja yang berasa manis alami. Bila tak ada juga, berbuka dengan makanan atau minuman yang diberi pemanis.
5.     Membaca doa berbuka yaitu:
اَللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلىَ رِزْقِكَ اَفْطَرْتُ ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ اْلعُرُوقُ وَثَبَتَ اْلأَجْرُ اِنْ شَاءَ اللهُ .اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي أَعَانَنِي فَصُمْتُ وَرَزَقَنِي فَأَفْطَرْتُ اَللّهُمَّ اِنِّي أَسْأَلُكَ بِرَحْمَتِكَ الَّتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ اَنْ تَغْفِرَ لِي .
6.     Memberi makanan berbuka kepada orang berpuasa.
7.     Mandi janabat sebelum terbitnya fajar bagi orang yang junub di malam hari.
8.     Mandi setiap malam di bulan Ramadhan
9.     Menekuni sholat tarawih dan witir.
10.  Memperbanyak bacaan Al Quran dengan berusaha memahami artinya.
11.  Memperbanyak amalan sunnah dan amal sholeh.
12.  Meninggalkan caci maki.
13.  Berusaha makan dari yang halal
14.  Bersungguh-sungguh di sepuluh hari terakhir, dan lain-lain

Hal-hal yang dimakruhkan dalam puasa Ramadhan:
1. Mencicipi makanan.
2. Bekam [mengeluarkan darah].
3. Banyak tidur dan terlalu kenyang.
4. Mandi dengan menyelam.
5. Memakai siwak setelah masuk waktu duhur.
Hal hal yang membatalkan pahala puasa:
1. Ghibah (gosip)
2. Adu domba
3. Berbohong
4. Memandang dengan syahwat
5. Sumpah palsu.
6. Berkata jorok atau jelek

Rasulullah SAW bersabda :
خمس يفطّرن الصائم الكذب والغيبة والنميمة واليمين الكاذبة والنظر بشهوة
“ Lima perkara yang membatalkan (pahala) puasa : berbohong, ghibah, adu domba, sumpah palsu dan melihat dengan syahwat “ (H.R. Anas)

SHALAT WITIR

Shalat witir adalah shalat yang dikerjakan malam hari sebagai penutup dari shalat sunat. Dinamakan karena jumlah rakaatnya harus ganjil. Banyak hadis Nabi yang menganjurkan untuk melaksanakan shalat witir. Hukum shalat witir adalah sunat, tetapi terhadap Nabi Muhammad sendiri adalah wajib. Namun menurut Abi Hanifah hukum shalat witir juga wajib hukumnya terhadap umat Nabi SAW. Karena adanya khilafiyah tentang kewajiban shalat witir ini maka shalat witir lebih afdhal dari semua shalat sunat rawatib lainnya.
Jumlah rakaat shalat witir sekurang-kurangnya adalah satu rakaat walaupun tidak didahului oleh shalat sunat ba`da isya, sedangkan sebanyak-banyaknya adalah sebelas rakaat. Apabila ketika takbir tidak diniatkan jumalah rakaat maka dibolehkan untuk shalat witir dengan jumlah rakaat yang ia kehendaki, 1, 3,5 ataupun lebih. Waktu shalat witir adalah sama seperti waktu shalat tarawih yaitu setelah shalat isya hingga terbit fajar.

Terhadap orang yang menyerjakan shalat witir lebih dari satu rakaat maka boleh saja ia salam pada setiap dua rakaat, bahkan ini yang lebih utama, atau ia sambung dengan satu kali tasyahud yaitu pada rakaat terakhir atau dua kali tasyahud yaitu pada dua rakaat terakhir. Serta tidak boleh mengerjakan tasyahud sebelum dua rakaat terakhir. Selain itu tidak dibolehkan dikerjakan satu kali salam dengan tasyahud lebih dari dua kali.
Terhadap orang yang mengerjakan shalat witir sebanyak 3 rakaat disunatkan untuk membaca surat Al A`la pada rakaat pertama, dan surat Al-kafirun pada rakaat kedua dan surat AlIkhlas, Al-Falaq serta An-Nas  pada rakaat ketiga. Sedangkan bila shalat lebih dari 3 rakaat maka ketiga surat tersebut dibaca pada tiga rakaat terakhir bila tiga rakaat terakhir dikerjakan terpisah dari yang lain.

Doa shalat witir.

Disunatkan setelah shalat witir sesuai dengan hadis riwayat Abu Dawud dan Imam Turmuzi untuk membaca
 سُبْحَانَ اْلمَلِكِ اْلقُدُّوْس

Sebanyak tiga kali. Pada kali yang ketiga dibaca dengan suara yang lebih besar.
Selanjutnya dibaca :

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ برِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوْبَتِكَ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْكَ لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ
Atau bila ingin membaca doa yang lebih panjang setelah membaca سبحان الملك القدوس3 X kemudian dilanjutkan dengan membaca  :[1]

سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّ الْمَلَائِكَةِ وَالرُّوحِ جَلَّلْتَ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضَ بِاْلعِزَّةِ وَاْلجَبَرُوْتِ وَتَعَزَّزْتَ بِاْلقُدْرَةِ وَقَهَّرْتَ اْلعِبَادَ بِاْلمَوْتِ
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ برِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوْبَتِكَ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْكَ لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ
)يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ لَا إلَهَ إلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ( 40 x
فِي كُلِّ لَحْظَةٍ  اَبَدًا عَدَدَ خَلْقِكَ وَرِضَى نَفْسِكَ وَزِنَةَ عَرْشِكَ وَمِدَادَ كَلِمَاتِكَ

Witir dulu atau tidur dulu.

Terhadap orang yang yakin bahwa iakan terbangun setelah tidur maka lebih baik ia mentakhirkan witir, dan bila ia kerjakan setelah tidur maka dengan witir tersebut ia juga mendapat pahala tahajud, jadi dengan shalat witir setelah tidur juga hasil shalat tahajud. Sedangkan terhadap orang yang takut tidak terbangun sebelum fajar maka lebih baik ia shalat witir sebelum tidur.

Menurut pendapat lain yang lebih utama adalah shalat witir terlebih dahulu kemudian ketika terbangun sebelum fajar shalat tahajud.

Kedua pendapat tersebut berasal dari amal dua shahabat Nabi SAW, Abu Bakar dan Saidina Umar. Saidina Abu Bakar melakukan witir sebelum tidur kemudian ketika bangun tengah malam melakukan shalat tahajud, sedangkan Saidina Umar tidur terlebih dahulu kemudian bangun melaksanakan Tahajud dan witir.  Kemudian keduanya melaporkan hal ini kepada Rasulullah SAW maka Rasulullah menjawab “ini (Abu Bakar) mengambil yang pasti, sedangkan ini (Umar bin Khatab) mengambil dengan kekuatan’’. Imam Ghazali menerangkan bahwa Imam Syafii lebih memilih amal Abu Bakar ra.

Referensi:

  1. Hasyiah I`anatuth Thalibin jilid 1 hal 252 Cet. Haramain
  2. Khulasah fi Aurad wa ad`iyyah waridah wa ma`tsurah, Habib Umar bin Salim bin Hafidh Cet. Dar Faqih, Tarim


[1]Khulasah fi Aurad wa ad`iyyah waridah wa ma`tsurah, Habib Umar bin Salim bin Hafidh hal 13 Cet. Dar Faqih, Tarim